Di tahun 2001, Jokowi hanyalah pengusaha muda yang biasa biasa saja. Nasib telah menempa dia menjadi petarung kehidupan. Jauh sebelum jadi pengusaha mebel, Jokowi bekerja sebagai tukang kayu, pasang lis jendela, atau mengerjakan daun pintu. Duitnya digunakan buat bayar sekolah, beli buku, waktu sekolah di SMAN 6 Solo kesenengannya makan bakso depan gang cengklik itu juga kalok dia punya duit.
Dia kerja di Aceh tahun 1985. Sepulang dari Aceh, Jokowi pernah coba ngadu nasib ke Jakarta, tapi dia melihat kota Jakarta nggak jodoh sama rejekinya, "mungkin belum waktunya". Dia balik lagi ke Solo, naek bus malam yang biasa mangkal di Mampang. Sampai di Solo, dia menyusuri bantaran kali dan di sana ia kepikiran untuk usaha jadi tukang kayu saja, ini ia pernah ceritakan asal mula dia jadi pengusaha kayu.
Jokowi punya nasib baik, saat itu di Solo sedang booming pabrik mebel, permintaan mebel luar biasa besarnya, ia ketiban rejeki dadakan. Jadi pengusaha mebel senengnya Jokowi pameran, ya ke Amerika Serikat, ya ke Eropa.
Pencerahan Jokowi justru terjadi di Eropa, ia melihat sebuah kota berkembang dengan tatanan yang apik dan atur, ia melihat pertumbuhan kota yang baik ada dua hal : "Taman dan Tempat Diskusi Publik", nah budaya diskusi publik adalah tempat makan, mangkanya dia bikin Galabo (Gladag Langen Bogan) tempat kongkow orang Solo sekaligus ruang publik, tanpa sengaja Jokowi melihat teori ruang publik Habermas bekerja. Ketika dia jadi Walikota Solo, dua hal itu ia utamakan dalam politik anggaran.
Kembali, ke soal nasib Jokowi. Dia ke Amerika sebagai bakul kayu di tahun 2001, 14 tahun kemudian dia berfoto dengan Presiden Amerika Serikat sebagai "Presiden Republik Indonesia".
Ini adalah 'jalan Tuhan'. Kenapa kok Jokowi bisa semulia itu hidupnya. Coba anda perhatikan, Jokowi tidak pernah menghina orang, mencaci maki lawan politiknya. Ia menjalankan hidup dengan iklhas, itu kuncinya. Seperti misalnya Amien Rais rajin sekali serang Jokowi, pernah saya tanya ke dia "Mas, itu kok Pak Amien rajin serang ya". Jokowi jawab "Oh, itu karakter". Setelah politik PAN merapat ke PDIP, selesai pula serangan Amien, jawaban singkat Jokowi soal karakter, adalah jawaban orang yang tak pernah terbeban dalam menghadapi serangan, naluri inilah yang ternyata memenangkan Jokowi dalam bertarung dengan kehidupan.
Jadi benar pepatah lama, "Orang yang berhasil bukanlah orang yang cerdas, orang yang jenius, tapi orang berhasil lebih ditentukan karakter, lebih ditentukan sikapnya dalam melihat kehidupan".
Contohnya ya Jokowi, dari tukang mebel dan pemain politik lokal sebentar lagi diperhitungkan jadi tokoh paling berpengaruh di Asia Tenggara. Karena sikapnya yang santai dihina orang, malah yang menghina kabarnya banyak yang tidak baik hidupnya, rejekinya nggak lancar, ya gimana mau lancar pikirannya ditanam hal hal yang tidak baik. Tiap hari kerjanya bagaimana hina Jokowi, apa nggak capek ya?
-Anton DH Nugrahanto-."